DEFENISI PENDIDIKAN KARAKTER
Menurut Elkind & Sweet (2004), pendidikan karakter adalah “character
education is the deliberate effort to help people understand, care
about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of
character we want for our children, it is clear that we want them to be
able to judge what is right, care deeply about what is right, and then
do what they believe to be right, even in the face of pressure from
without and temptation from within”.
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak
peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru,
cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru
bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna
yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak, yakni
bertujuan membentuk pribadi anak agar menjadi manusia yang baik, warga
masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu,
yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh
karena itu, hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka
membina kepribadian generasi muda.
Umumnya para pakar pendidikan sependapat tentang pentingnya upaya
peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun
terdapat perbedaan pendapat tentang pendekatan dan modus pendidikannya.
Berkaitan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan
pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat,
seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis
nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai
sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara
psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu
merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif,
afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial
kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung
sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah
Hati (spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (affective and creativity development).
Berbagai teori tentang pendidikan karakter telah dikemukakan oleh para
pakar. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang
berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu pendekatan
pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi
nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku
sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)
mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni:
pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku.
Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi
tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
No comments:
Post a Comment